A.Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Sosial Lainnya
1.Hubungan secara Umum
Ilmu tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kotak-kota yang terpaku mati. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu tersebut berdiri sendiri terpisah satu sama lainnya tanpa adanya pengaruh dan hubungaan. Dalam hal ini, ilmu negara sebagai salah satu cabang dari ilmu pengetahuan sosial sebagaimana halnya dengan ilmu hokum, politik, ekonomi, kebudayaan,psikologi,dan lain sebagainya, merupakan cabang dari ilmu pengetahuan sosial yang khusus. Semua ilmu-ilmu sosial khusus ini secara bersama-sama akan membentuk suatu ilmu sosial umum yang akan tersalur ke dalam ilmu induknya.
Oleh karena itu, ilmu negara sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial umum, harus bekerja sama dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan sosial lainnya, karena dapat memberi dan menerima pengaruhnya dan bantuan jasanya satu sama lain yang saling memerlukan, sehingga dapat saling mengisi dan saling melengkapi, sehingga terwujud hubungan komplementer.
Juga terdapat hubungan secara interdependen diantara cabang-cabang ilmu pengetahuan sosial itu dengan yang lainnya, dikarenakan metode dan teknik yang sama. Metode dan teknik ilmu pengetahuan sosial pada umumnya dipergunakan pula oleh hamper semua cabang-cabang ilmu pengetahuan sosial pada khususnya, seperti ilmu negara,ilmu hukum, ilmu poltik, dan lain sebagainya.
Obyek penyelidikan ilmu-ilmu sosial, diselidiki pula selaku obyek oleh cabang-cabang ilmu pengetahuan khusus lainnya. Sehingga tidak terdapat monopoli obyek oleh ilmu sosial khusus itu sendiri. Tentu tekanan, intensitas, luas dan sempitnya lapangan penyelidikan serta peranan personalianya,dapat dibedakan cabang-cabang ilmu pengetahuan sosial itu satau dengan yang lainnya. Namun demikian, tidaklah berarti ilmu-ilmu tersaebut selalu terpisah-pisah menjadi bagian yang terputus-putus dalam kotak-kotak yang terpaku mati, melainkan selalu terdapat hubungan yang timbal balik dan saling tergantung serta saling mempergunakanhasil satu sama lain.
2.Hubungan secara Khusus
a. Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Kalau diperhatikan pendapat Georg Jellinek dalam bukunya”ALgemeine Staatslehre”, ilmu Negara sebagai theoritische staatswissenschaft atau staatslehre merupakan hasi penyelidikan dari staten kunde. Bahan-bahan tersebut di bahas, dianalisis, dan di perbandingkan satu sama lain,sehinnga terdapat persamaan-persamaan diantara berbagai sifat dari organisasi-organisasi negara itu.
Dari fakta yang bermacam-macam itu di cari sifat-sifat dan unsur-unsur pokoknya yang bersifat umum seakan-akan intisari unsur-unsur itu merupakan”pembagi persekutuan terbesar” dalam ilmu hitung atau grootste gemene deler-nya dari keadaan yang berbeda-beda itu.dan jika pekerjaan tersebut dijalankan atau diterapkan di dalam peraktek untuk mencapai tujuan tertentu, tugas itu diserahkan kepada angewandte staatswissenschaft atau ilmu politik. Jadi ilmu negara sebagai ilmu pengetahuan sosial yang bersifat teoretis,segala hasil penyelidikannya di peraktekkan oleh ilmu politik sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat peraktis. Dengan demikian, jelaslah, bahwa ilmu politik itu tidaklah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang berdiri sendiri.
Ilmu negara lebih menitikberatkan kepada sifat-sifat teoretis, sehingga kurang dinamis. Hal ini berarti bahwa lebih banyak memerhatikan unsur-unsur statis dari negara yang mempunyai tugas utama untuk melengkapi dengan memberikan pengertian-pengertian pokok yang jelas. Yang mendasari konsepsi-konsepsi ilmu politik lebih menitikberatkan kepada faktor-faktor yang konkrit, terutama sekali berpusat kepada gejala-gejala kekuasaan, baik yang mengenai organisasi Negara maupun yang memengaruhi pelaksanaan tugas-tugas Negara. Oleh karena itu, lebih dinamis. Sehubung dengan hal tersebut, berkatalah H.R. Hoetink dalam kata pengantar buku J.Barents”De wetenschap der Politiek meteen terrain verkenning”, bahwa ilmu politik merupakan sociologie van de staat(sosiologi negara) atau bet vless er om been (atau daging yang meliputi sekitarnya), atau dalam bahasanya J.Barents adalah bet vless om bet geraantevan de staat(daging yang meliputi sekitar kerangka bangunan negara).
Maka dalam hubungan ini jelaslah ada sifat-sifat komplementer. Karena itu, ilmu negara merupakan salah satu bardcore (teras inti) dari ilmu politik.
b. Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Hukum Tata Negara dan Ilmu Hukum Administrasi negara
Ilmu hukum tata negara dan ilmu hukum administrasi negara mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu negara karena ilmu-ilmu tersebut mempunyai obyek yang sama dengan ilmu negara, yaitu negara. Perbedaannya ilmu hukum tata Negara dan ilmu hokum administrasi negara memandang negara dari sifatnya atau pengertiannya yang konkrit. Obyek dari ilmu hukum tata negara dan ilmu hokum administrasi negara adalah negara yang sudah terikat pada tempat, keadaan, dan waktu. Jadi telah mempunyai ajektif tertentu,misalnya Negara republic Indonesia. Kemudian negara dalam pengertiannya yang konkrit itu di selidiki lebih lanjut mengenai susunannya, alat-alat perlengkapannya, wewenang, dan kewajibawan alat-alat perlengkapannya. Kedua cabang ilmu pengetahuaan tersebut adalah hukum positif, dan di dalam sistematika Georg Jellinek, kedua cabang ilmu tersebut termasuk dalam kategori recbtswissenscbaft.
Antara ilmu hukum tata Negara dan ilmu hukuk administrasi negara terdapat hubungan yang sangat erat pula. Bahkan di negeri belanda, dua lapangan hukum tersebut pernah disebut bersama-sama, yaitu staats en administratief recbt, bahkan selalu di ajarkan oleh seorang guru besar. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa kedua cabang imu tersebut adalah sama.
Oppenheimer menyebutkan bahwa peraturan-peraturan hukum tata negara adalah peraturan mengenai de staat in rust (Negara yang sedang beristirahat, atau negara dalam keadaan tak bergerak). Sebaliknya, mengenai peraturan-peraturan hukum administrasi negara adalah peraturan mengenai de staat in beweging atau negara yang sedang bergerak. Berdasarkan rumusan-rumusan tersebut, maka ilmu hukum tata negara dan ilmu hukum administrasi Negara sudah jelas lapangan penyelidikannya hanya terdapat Negara-negara tertentu (hukum positif), sedangkan ilmi negara tidak mengenai Negara-negara tertentu, melainkan negara-negara di dunia ini pada umumnya. Dengan demikian, ilmu hukum tata negara dan ilmu hukum administrasi negara di satu pihak dengan ilmu negara di pihak lain mempunyai hubungan aling memengaruhi dan saling menjelaskan. Oleh karena itu, dalam buku-buku tentang ilmu hukum tata negara dan hukum administrasi negara, hal dari imu negara dapat di pakai sebagai batu loncatan untuk sampai kepada kedua cabang hukum tersebut. Sebaliknya, buku-buku tentang ilmu negara, hal-hal mengenai ilmu hukum tata negara dan ilmu hukum administrasi negara dapat di pakai sebagai contoh dari apa yang diuraiakan di dalam ilmu negara.
Kranenburg dalam bukunya “ALgemene Staatsleer” menguraiakan bahwa bagi orang yang mempelajari hukum tata negara positif Negeri belanda, pengetahuan teori negara umum atau ilmu negara sangat perlu. Akan tetapi, dengan mengingat tingkat ilmu pengetahuan sekarang ini, serta melihat organisasi perguruan tinggi hukum yang sekarang ada untuk sebagian besar di tentukan oleh kebutuhan-kebutauhan peraktik yang segera, maka pengetahuan teoretis untuk kebanyakan ahli hukum hanya terbatas kepada apa yabg mereka pelajari sebagai pengantar hukum tata Negara positif. Akan tetapi, hal yang bagi ilmu hukum tata negara positif merupakan suatu pengantar, satu syarat mutlak untuk pekerjaan selanjutnya, bagi ilmu negara merupakan tujuan sesungguhnya dari penyelidikan-penyelidikan yang di lakukannya. Oleh ilmu negara masalah-masalah umum yang terdapat pada negara organisasinya di jadikan pusat penyelidikannya serta di coba untuk di pecahkannya.
Maka dengan demikian, jelaslah bahwa ilmu negara yang merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok negara dapat memberikan dasar-dasar teoretis yang bersifat umum untuk hukum tata negara. Oleh karena itu, agar dapat mengerti dengan sebaik-baiknnya dan sedalam-dalamnya system hukum ketatanegaraan dan administrasi negara sesuatu negara tertentu, sudah sewajarnyalah kita harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan segala hal ikhwalnya secara umum tentang negara yang di dapat dalam ilmu Negara.
C. Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara
Ilmu perbandingan hukum tata negara ini di kenal dengan sebutan vergelijkende staatsrecbtswetenscbap atau comparative government, dan M. Nasroen menamakannya “Ilmu Perbandingan Pemerintahan”, sebagaimana judul bukunya.
Keranenburg menyatakan bahwa dari ilmu pengetahuan dan diferensiasi itu, di hasilkan ilmu perbandingan tata negara. Kemudian yang menjadi obyek penyelididkan ilmu perbandingan hukum tata negara ialah bahwa: dalam peninjauan lebih lanjut, mungkin ternyata manfaat mengadakan perbandingan secara metodis dab sistematis terhadap”bentuk”yang bermacam-macam dari sifat-sifat dan ketentuan-ketentuan umum dari genus”negara”. Dan sekali lagi, jikalau penyelidikan itu berkembang dapatlah di capai suatu tingkatan yang menghendaki agar penyelidikan dan kumpulan-kumpulan masalahnya di jadikan satu kesatuan yang baru sekali dan sekali lagi timbullah suatu cabang ilmu pengetahuan, yaitu ilmu perbandingan hukum tata negara.
Jadi jelaslah, bahwa ilmu hukum perbandingan tata Negara bertugas menganalisis secara teratur, menetapkan secara sistematis, sifat-sifat apakah yang melekat padanya, sebab-sebab apa yang menimbulkannya mengubah dan menghilangkan atau menyebabkan yang satu memasuki yang lain terhadap bentuk-bentuk negara itu.
Maka dalam hubungan ini, Keranenburg menyatakan bahwa dalam menunaikan tugasnya, ilmu perbandingan hukum tata negara itu haruslah mempergunakan hasil yang diperoleh ilmu negara. Karena itu, perkembangan ilmu negara dan ilmu hukum merupakan syarat mutlak bagi kesuburan tubuhnya ilmu perbandingan hukum tata negara untuk menjadi ilmu yang member keterangan dan perbandingan.
Dan untuk itu, ditegaskan pula oleh M. Nasroen bahwa cara ilmu perbandingan pemerintahan itu mempergunakan Negara-negara itu sebagai alat, ialah dengan mempergunakan hasil yang diperoleh ilmu negara umum dalam hal asal mula, sari, dan wujud negara itu. Selanjutnya di katakan pula bahwa dari hasil yang diperoleh dari ketentuan-ketentuan yang di berikan oleh ilmu negara umum, maka ilmu perbandingan pemerintahan akan memakainya untuk menentukan derajat dan sifat kepada tugas mengadakan perbandingan.
D. Rangkaian Hubungan antara Ilmu Negara, Ilmu Politik, Ilmu Hukum Tata Negara,dan Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara
Sjachran Basah mengemukakan tentang rangkaian hubungan antara ilmu negara,ilmu politik, ilmu hukum tata negara, dan ilmu perbandingan tata negara. Ilmu negara yang bersifat teoretis dan umum itu di dalam penyelidikan terhadap obyeknya lebih menitikberatkan kepada bangunan-bangunan atau lembaga-lembaga formal yang di batasi oleh hukum yang berlaku. Ilmu politik dalam penyelidikannya lebih menitikberatkan kepada gejala sosio-politik dalam masyarakat sebagai gelanggang pertarungan factor kekuasaan yang nyata, dan memperhatikan pula bagaimanakah pelaksanaan serta kegiatan-kegiatan lembaga tersebut di dalam peraktek kenyataanya, maka sifat ilmu politik itu dinamis
Factor teoretis umum dan factor peraktis dinamis itu saling melangkapi satu sama lainnya, saling membutuhkan dan melengkapi untuk menjadi dasar bahan-bahan yang akan diterapkan oleh ilmu hukum tata Negara dalam obyek penyelidikannya terhadap”satu”Negara tertentu, untuk menyelidiki”dapatlah di capai tujuan-tujaun sosial yang di kejar Negara”. Hal itu senada dengan istilah hans kelsen : politik als ethik dan”upaya” alat-alat apa saja kah yang dapat di pakai untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut itu”, atau pun menerapkan istilah pengertian hans kelsen politik als technik.
Hal-hal tersebut di atas di perlukan sebagai bahan-bahan lebih lanjut dalam proses perkembangan dan diferensiasinya oleh ilmu perbandingan hkum tata negara. Tujuannya untuk mengadakan penyelidikan berdasarkan perbandingan yang akan menberikan pengetahuan lebih banyak jika di tinjau secara berdampingan terhadap bermacam-macam bentuk negara dan pemerintahan atau beranekaragam badan-badan perlengkapan kenegaraan, sebagai bagian tertentu dari suatu system yang di pergunakan untuk mencapai wujud pemerintahan yang sama dengan demikian, dari penggambaram dan keterangan itu akan di hasilkan oleh suatu nilai, yaitu apakah yang di wujudkan dengan kesadaran bernegara itu merupakan keadilan, kemakmuran, dan kebahagiaan untuk sebagian tertentu aatu beberapa golongan saja, atau kah untuk seluruh rakyat?.
Ilmu negara, selaku bahan-bahan yang besrsifat teoretis umum, kiranya akan mendapatkan tempat sebagai bahan-bahan nyata dalm ilmu hukum tata negara dan ilmu perbandingan hukum tata negara
Meskipun terdapat hubungan berangkai yang eratantara ilmu negara, ilmu politik, ilmu hukum tata negara, dan ilmu pebandingan tata negara, yang secara saling melengkapi satu sama lainnya, dan di golongkan ke dalam ilmu pengetahuan sosial khusus yang berobjekkan sama yaitu Negara pada pokok hahikatnya, namun harus di akui dan di sadari ucapan P.J. Bouman, menyatakan tidaklah mungkin untuk mengolong-golongkan ilmu pengetahuan semata-mata menurut objeknya dalam ilmu-ilmu pengetahuan yang lebih memegang peranan adalah persoalnnya lebih dari pada benda yang menjadi pokoknya.
Sehubungan dengan hal tersebut jikalau dilihat, ilmu negara itu teoretis karena itu menunjukkan sifat umum, abstrak, dan bebas niali (valuafres atau werd frei), yang di pelajari demi ilmu itu sendiri dan pengetahuan yang diperolehnya. Sedangkan ilmu politik bersifat peraktis.
Mengenai persoalan ilmu negara dan ilmu politik, meskipun persoalan pokoknya adalah negara, akan tetapi cara melakukan pendekatan,peninjauan, dan pembahasannya berlain-lainan, juga terdapat batas-batas pada lapangan penyelidikan.
Bahwa ilmu politik akan membatasi lapangan penyelidikannya, justru memang kepada rangka yang bersifat umum hukum, atau bahwa ilmu politik tidak akan pula merupakan suatau ilmu tentang negara-negara. Hal ini berarti mempertahankan istilah”ilmu politik” dari herman heller yang mengemukakan dengan tepat bahwa batas-batas pokok antara ilmu negara dengan ilmu politik lebih tajam dari pada perbedaannya dalan peraktek, sehingga yang pertama untuk sebagian terbesar di tuntut oleh para ahli hukum, dan yang penghabisan oleh alhi sosiologi.
Sedangkan ilmu negara dan ilmu hukum tata negara itu mempersoalkan Negara, namun ilmu hukum tata negara menyelidiki satu negara dengan system ketatanegaraannya yang tertentu, karena itu merupakan hal yang spesies, konkrit dan bersifat praktis.
Demikian pula halnya ilmu negara terhadap ilmu perbandingan hukum tata negara. Meskipun obyeknya adalah negara, namun ilmu perbandingan hukum tata negara itu, berhubunagan dengan tidak terdapatnya communis opinion doctrum tentang negara dalam ilmu negara, maka kranenburg menitikberatkan kepada ilmu perbandingan hukum tat negara itu, memperbandingkan satu sama lain bermacam-macam bentuk negara, dan bukanlah negara itu sendiri.
Maka jelaslah, meskipun terdapat hubungan berangkai yang sangat erat antara ilmu negara, ilmu politik, ilmu hukum tata negara, dan ilmu perbandingan hukum tata negara, dan di golongkan bahwa objek sama, namun terdapat persoalan-persoalan yang di hadapi oleh ilmu-ilmu tersebut berlain-lain.
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Negara
Pertumbuhan dan perkembangan suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya bebas untuk berfikir dan menyatakan hasil berfikir dari manusia itu. Karena itu jika ada kebebasan menyatakan pendapat yang merupakan hasil dari pemikiran kemasyarakatan yang luas, maka harus ada hal-hal yang menyebabkan sehingga di lakukan suatu penyelidikan. Biasanya ada keadaan yang tidak sesuai dengan pandangan hidup di masyarakat itu. Demikianlah imu itu tumbuh dan berkembang. Karena itu dikatakan bahwa ilmu adalah lambang yang utama dari sebuah kemajuan.
Ilmu negara sebagai salah satu cabang ilmu kenegaraan, di dalam prosesnya sebagai ilmu itu, mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Dalam kaitan ini akan melihat kepada ilmu induknya, yaitu ilmu kenegaraan, dengan para pemikirnya.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, ilmu negara mengalami berbagai macam tingkatan. Sjachran Basah membagi jenis besaran tingkatan pertumbuhan dan perkembangani itu sebagai berikut:
1.Masa Yunani Purba
Dalam masa itu, terdapat beberapa filsuf, yakni:
a. Socrates(470-399 S.M)
Meskipun socrates tidak membentuk suatu system ajaran dan tidak pula meninggalkan buku-buku,namun masih tetap segar dan akan tetap tergores dalam ingatan, beberapa prinsip dan ajarannya itu lewat jasa muridnya, Plato.
Cara bekerja Socrates yaitu dengan metode dialektis atau”Tanya jawab”(dialog) dengan itu mencoba mencari pengertian tertentu, yaitu mencari dasar-dasar hukumdan keadilan”yang sejati bersifat obyektif dan dapat dijalankan serta di terapkan kepada setiap manusia”.
Menurut pendapatnya, di setiap hati kecil manusia terdapat rasa hukum dan keadilan yang sejati, yang menyebabkan bergemanya detak-detak kesucian, sebab setiap insan itu merupakan sebagian dari Nur Tuhan Yang Maha Pemurah, adil, dan penuh kasih saying. Meskipun detak-detak kesucian itu dapat terselubungdan ditutupi oleh kabut tebal kemilikan dan ketamakan,kejahatan dan keanekaragaman kezaliman, namun tetap ada serta tidak dapat dihilangkan laksana cahaya abadi.
Negara bukanlah suatu organisasi yang dibuat oleh manusia demi kepentingan dirinya pribadi, melainkan negara itu suatau susunan yang obyektif berdasarkan kepada sifat hakikat manusia, yang karena itu bertugas untuk melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum yang obyektif, termuat”keadilan bagi umum”, dan tidak hanya melayani kebutuhan para penguasa yang saling berganti-ganti orangnya.
Maka keadaan sejatilah yang harus menjadi dasar pedoman Negara. Jika hal tersebut dijalankan dan diterapkan, maka manusia merasakan kenyamanan dan ketenangan jiwanya, sebab kebatilan hanya membawa kesenangan yang palsu.
Sangat disesalkan serta disayangkan, ajaran Socrates tersebut pada tahun 399 S.M, dipandang serta dianggap berbahaya negara dan merusak akhlak budi pekerti para pemuda yunani purba. Oleh karena itu, ia dituntut dan dijatuhi hukuman mati dengan jalan minum racun oleh negara yang ia taati, sebab bagaimanapun juga negara itu harus di patuhi walaupun Negara itu harus diperbaiki,dan putusan negar harus dipatuhi.
b. Plato(429-347 S.M)
Plato meneruskan ajaran Socrates. Dimulainya dengan ajarantunggalnya politeia, dengan mana digambarkannya ideale staat atau Negara ideal(sempurna), oleh karena itu sifatnya disebut”ideenler van Plato” atau ajaran cita plato yang terkenal serta tersohor sampai zaman sekarang ini, yang biasa disebut”idealisme”.
Menurut ajaran itu dikenal adanya dua dunia, yaitu:
1) Dunia cita yang bersifat immaterii
Yaitu idea tau kenyataan sejati yang bersemayam di alam tersendiri, ialah di alam cita yang berada di luar”dunia palsu”
2) Dunia alam yang bersifat material
Yaitu dunia fana yang bersifat palsu.
Sehubung dengan dunia cita tersebut, maka terdapat tiga jenis cita-cita mutlak, yaitu:
a. Cita kebenaran (logika)
b. Cita keindahan (estetika)
c. Cita kesusilaan (etika)
Ketiga cita tersebut merupakan pedoman bagi tingkah laku manusia, kerena ternyata, bahwa manusia itu mempunyai tiga macam kemampuan, yaitu:
a. Pikiran demi mencari kebenaran
b. Resa demi mencari keindahan
c. Kemauan demi mencari kesusilaan
Maka, hubungan antara kedua dunia itu (dunia cita dan dunia alam) adalah:
a. Dunia cita:
1. Cita kebenaran
2. Cita keindahan
3. Cita kesusilaan
b. Dunia alam:
1. Pikiran
2. Rasa
3. Kemampuan
Menurut plato, negara harus dapat memelihara dan merupakan satu kesatuan, karena merupakan suatu keluarga yang besar. Maka luas suatu negara diukur, supaya memungkinkan negara tersebut dapat mengurus kesatuan itu. Karena itu, negara tidak boleh mempunyai daerah yang luasnya tidak tertentu.
Negara yang ada di dunia ini sifatnya tidak sempurna karena merupakan bayangan belaka dari negara yang senpuna, yang ada dalam dunia cita itu. Tujuan negara adalah untuk mencapai, memp elajari, dan mengetahui cita yang sebenarnya. Masyarakat baru berbahagia bilamana pengetahuannya tidak terbatas kepada bayangan saja, tapi juga mengenal yang sebenarnya.
Mengenai negara sempurna dan baik itu yang besifat ideal etis diperlukan beberapa syarat :
1. Negara harus dijalankan oleh pegai yang terdiri khusus
2. Pemerintah harus ditujukan segala-galanya demi kepentingan umum
3. Harus dicapai kesempurnaan susila dari rakyat
Adapun tiga kelas dalam negara idealestis yaitu;
1. The ruler atau para penguasa
2. The guardians atau para pengawal negara
3. The artisans atau para pekerja
c. Aristoteles (384-322 S.M)
Aristoteles melanjutkan pikiran idealisme Plato ke realisme, Oleh karena itu filsafat aristoteles adalah ajran tentang kenyataan atau ontologi, yaitu suatau cara berfikir yang relistis. Sehingga debgab demikian, metode menyelidikikannya bersifat induktif empiris. Dan kerena itu pula, ia di juluki bapak ilmu pengetahuan empiris.
Jika plato membagi dunia menjadi dua bagian, maka aristoteles tidak mengakui perbedaan dua dunia ini. Ia hanya mengakui adanya satu dunia yang mempunyai proses. Jadi, aristoteles tidak membedakan dunia cita dan dunia alam, tetapi pikirannya langsung ditujukan kepada kenyataan yang sebenarnya dengan melalui pancaindera.
d. Epicurus (342-271 S.M)
Pendapatnya menyimpang dari pendapat umum yang terdapat di yunani ada waktu itu. Sebab, menurut pendapatnya, masyarakat itu ada karena adanya kepentinag manusia sehingga yang berkepentingan bukanlah masyarakatnya sebagai satu kesatuan, tetpai manusia-manusia itu yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
e. Zeno (300 S.M)
Pahamnya mengenai kenegaraan didasarakan pada sifat kosmopolitis, yang tidak mengenal perasaan kebangsaan, sehinggga negara tidak usah didasarkan pada perasaan kebangsaan yang merupakan perasaan yang bersifat sentimen dan kolot. Dan karena setiap orang berpikiran sehat, maka haruslah diusahakan suatu negara yang meliputi selurauh dunia atau negara yang merupakan negara dunia. Meskipun demikian oarang tidak perlu mencintai negara, akan tetapi cukup dengan mencintai dan menaati undang-undang, sebab syarat”cinta” kepada negara merupakan syarat yang terberat bagi para warganya. Paham zeno tersebut tidak terbatas kepada polis seperti pada plato dan aristoteles serta socrates, melainkan bersifat negara dunia sehingga terdapat universalisme yang meliputi seluruh manusia, dan mengenai batin yang merupakan budi dari manusia itu.
f. Polybios
polybios sangat terkenal dengan teori perkembangan pertumbuhan dan kemerosotan atas bentuk-bentuk pemerintahan dengan memerhatikan faktor-faktor pisikologi tersebut, yang dinamakan teori perjalanan siklus. Artinya, diantara bentuk-bentuk pemerintahan satu sama lainnya ada suatu hubungan sebab akibat.
2. Masa Romawi
Terbagi atas beberapa masa yakni :
a. Masa Kerajaan
b.Masa republik
c. Masa Prinsipat
d.Masa Dominat
3. Masa Abad Pertengahan
Masa ini di pecah menjadi beberapa bagian yakni :
a. Agustinus
b. Thomas Aquinas (aquino)
c. Dante Alleghieri
d. Marsiglio di Padua (Marsilius)
4. Masa Renaissance
Zaman ini selalu dipertentangkan dengan zaman pertengahan. Tokoh-tokoh pada zaman ini antara lain adalah :
a. Niccolo Machiavelli
b. Jean Bodin
c. Aliran Monarchomachen
5. Masa Hukum Kenegaraan Positif (Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran Deutsche Publisizten)
Dengan timbulnya ajaran atau paham kedaulatan negara, maka perkembangan memasuki babak selanjutnya, karena dari paham kedaulatan itu timbul adanya ilmu pengetahuan mengenai hukum kenegraan positif.
0 komentar:
Posting Komentar